KUMANDANG TAKBIR DI IEDUL FITRI
وَاخْتَلَفُوا فِي وَقْتِ التَّكْبِيرِ فِي عِيدِ الْفِطْرِ بَعْدَ أَنْ أَجْمَعَ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ الْجُمْهُورُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى : ( وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ) فَقَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ : يُكَبِّرُ عِنْدَ الْغُدُوِّ إِلَى الصَّلَاةِ ، وَهُوَ مَذْهَبُ ابْنِ عُمَرَ وَجَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ وَأَبُو ثَوْرٍ . وَقَالَ قَوْمٌ : يُكَبِّرُ مِنْ لَيْلَةِ الْفِطْرِ إِذَا رَأَوُا الْهِلَالَ حَتَّى يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى ، وَحَتَّى يَخْرُجَ الْإِمَامُ
بداية المجتهد: 1\184
“mereka berbeda pendapat tentang waktu menggaungkan takbir di hari raya `iedul fitri setelah jumhur ulama bersepakat tentang dianjurkannya bertakbir di hari itu. Berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta`ala:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (185)
… Dan agar kalian sempurnakan bilangan bulan tersebut dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur. (QS. Al-Baqoroh [2]:185)
Jumhur ulama berkata: takbir ketika berangkat menuju tempat sholat Ied. Inilah pandangan Ibnu Umar, dan sejumlah sahabat Nabi (rodiyallohu `anhum) serta tabi`in (rohimahumulloh). Itu pula yang dikatakan oleh Malik, Ahmad, Ishak dan Abu Tsaur (rohimahumullohu jami`an).
Beberapa ulama lain berkata: takbir dari malam iedul fitri, saat sudah melihat hilal sampai berangkat menuju tempat sholat, juga sampai Imam keluar (memimpin sholat)”. (Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid: 1/184)
فيِ تَكْبِيْرِ عِيْدِ الْفِطْرِ هُوَ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَنَا وَعِنْدَ الْعُلَمَاءِ كَافَّةً ، إِلَّا َما حَكَاهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَغَيْرُهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ لَا ُيُكَبِّرُ إِلَّا أَنْ يُكَبِّرَ إِمَامُهُ . وَحَكَى السَّاجِي وَغَيْرُهُ عَنْ أَبِي حَنِيْفَةَ أَنَّهُ لَا يُكَبِّرُ مُطْلَقًا، وَحَكَى اْلعَبْدَرِي وَغَيْرُهُ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَعُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَدَاوُدَ أَنَّهُمْ قَالُوا : اَلتَّكْبِيْرُ فِي عِيْدِ الْفِطْرِ وَاجِبٌ وَفِي عِيْدِ اْلَأضْحَى مُسْتَحَبٌّ . وَأَمَّا أَوَّلُ وَقْتِ تَكْبِيْرِ عِيْدِ الْفِطْرِ فَهُوَ إِذَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ لَيْلَةَ الْعِيْدِ . هَذَا مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَأَبِي سَلَمَةَ وَعُرْوَةَ وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ ، وَقَالَ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ : لَا يُكَبِّرُ لَيْلَةَ الْعِيْدِ إِنَّمَا يُكَبِّرُ عِنْدَ الْغُدُوِّ إِلَى صَلَاِة الْعِيْدِ، حَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ قَالَ : وَبِهِ أَقُوْلُ، قَالَ : وَبِهِ قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبِ وَابْنُ عُمَرَ وَأَبُوْ أُمَامَةَ وَآخَرُوْنَ مِنَ الصَّحَابَةِ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي لَيْلَى وَسَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ وَ النَّخَعِي وَأَبُو الزَّنَّادِ وَعُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيْزِ وَأَبَانُ بْنُ عُثْمَانَ وَأَبُو بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ وَاْلحَكَمُ وَ حَمَّادُ وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ وَأَبُو ثَوْرٍ
Tentang takbir `iedul fitri, hukumnya dianjurkan menurut mazhab kami dan seluruh ulama. Kecuali adanya riwayat dari Abu Hamid dan ulama lainnya bahwa Ibnu `Abbas rodiyallohu `anhuma berkata: tidak takbir kecuali imam takbir. As-Saji dan ulama lainnya menceritakan bahwa Abu Hanifah berpendapat tidak ada takbir sama sekali. Al-`Abdari dan ulama lainnya meriwayatkan bahwa Sa`ied bin al-Musayyab, `Urwah bin Zubair dan Daud berpendapat: takbir iedul fitri itu wajib, sedangkan pada iedul adha itu anjuran. Sedangkan awal waktu bertakbir di iedul fitri yaitu saat matahri terbenam di malam iedul fitri. Inilah mazhab kami, pendapat Sa`ied bin al-Musayyab, Abu Salamah, `Urwah bin Zaid dan Zaid bin Aslam. Jumhur ulama berkata: untuk malam iedul fitri tidak ada takbir, takbir dimulai saat berangkat ke tempat sholat. Ibnul Mundzir menceritakan hal itu dari mayoritas ulama dan dia berkata: aku pun sama berpendapat seperti itu. Dia mengatakan pula: itulah yang dikatakan oleh Ali bin Abi Tholib, Ibnu `Umar, Abu Umamah dan para sahabat nabi yang lainnya, ridwanullohi ajma`in. Begitu juga Abdurrohman bin Abi Laila, Sa`ied bin Jubair, an-Nakhoi, Abu az-Zannad, Umar bin Abdul `Aziz, Aban bin `Utsman, Abu Bakr bin Muhammad, al-Hakam, Hammad, Malik, Ahmad, Ishak, dan Abu Tsaur.”
(Al-Majmu Syarh al-Muhadzzab: 5/48)